Wikala (Karavanserai) al-Ghuri |
"kami menangis atas apa yang menimpa Mesir dan penduduknya
penopangnya yang kuat
sudah hancur sehabis-habisnya
Dengan penuh kehinaan, Mesir sekarang telah dikuasai
Setelah dulunya, ia sudah
lama menguasai"
(Syaikh
Badrudin al-Zaytuni, dinukil oleh Ibn Iyas)
Di dekat tepi pantai ibukota Portugal, Lisbon,
sebuah monasteri raksasa berdiri elegan dengan gaya khas gothik akhir. Simbol
kejayaan Portugal dalam dunia maritim dan maskot arsitektur bergaya Manueline
itu bernama Jeronimo Monastery, dikonstruksi awal mulanya pada tahun 1501 M,
dan baru selesai satu abad kemudian pada tahun 1601 M. Monasteri ini dibangun ketika Portugal tengah
menikmati kekayaan tak terbatas yang dihasilkan dari hasil perdagangan
komersial dari Afrika dan dunia Timur. Raja
Manuel I (1469-1521 M), yang mentitahkan Vasco da Gama untuk mengarungi lautan
mencari kekayaan di India, membangun rumah Yesus ini dari Vintena da
Pimenta, atau 5% pajak dari hasil bisnisnya. Keuntungan sisanya yang didapat
dari lada, kayu manis, pala, dan rempah-rempah lainnya digelontorkan untuk
kerajaan.
Monasteri yang
dibangun oleh tangan arsitek Diogo de Boitaca (d. Around 1528 M), dengan
memakai materi batu gamping yang berwarna keemasan, atau Calcario de lioz, itu
menjadi tempat peristirahatan terakhir sang penemu rute laut ke India, Vasco da
Gama (1460-1524 M), yang namanya sampai sekarang menjadi simbol kebanggaan
Portugal. Selain makam da Gama, monasteri juga memuat beberapa makam tokoh
penting lainnya, seperti penyair Luis de Camoes (1524-1580 M), pengarang The
Lusiads, cerita epik yang menggambarkan keberhasilan da Gama, makam Raja
Manuel sendiri, raja Sebastian (1554-1578 M), serta penyair Fernando pessoa dan
Alelxandre Herculano.
![]() |
Monastery St. Jeronime di Lisbon, Portugal |
Tidak terlalu jauh, di tepian sungai Tagus, yang mengalir tenang di kota Santa Maria de Belem, sebuah monumen yang juga menunjukkan kejayaan Abad Penemuan dan terbuat dari batu gamping berwarna putih cerah itu terkenal dengan nama Menara Belem, simbol utama Era Pelayaran Portugal. Bagi para pelaut, menara ini adalah pemandangan terakhir ketika merka meninggalkan Lisbon, lalu pergi menuju lautan luas yang mematikan. Pahatan di menara yang selesai dibangun pada tahun 1519 itu memuat motif-motif hasil penemuan, obyek-obyek dunia baru, juga pahatan figur terkenal seperti Saint Vincent. Francisco de Arruda (d. 1547), sebagai arsitek menara ini, adalah orang yang membangun benteng pertahanan Portugal ketika mereka menginvasi Maroko, maka tak aneh menara ini juga memiliki gaya arsitektur Moorish (muslim Arika Utara, atau Andalusia), sebagaimana yang terlihat di bagian menara pemantau. Sama seperti monasteri Jeronimo, menara Belem ini juga dibangun untuk memperingati kejayaan Portugal dan keberhasilan dunia maritim mereka. Para pelaut kebanggan kota ini kembali dari negeri jauh sana dengan membawa emas, rempah-rempah, dan barang mahal lainnya yang menjanjikan kekayaan dan kekuasaan.
![]() |
Menara Belem, Lisbon, Portugal |
![]() |
Vasco da Gama |
Portugal vs Mamluk
Di istana
Mamalik di Citadel Saladin, petinggi-petinggi istana, amir Khosekki (bodiguard
Sultan), jenderal (Atabek), dan pejabat-pejabat lainnya tampak geram. Sultan
Qanshuh al-Ghuri (1441-1515 M), penguasa Mesir dari dinasti Mamalik kebakaran
jenggot karena baru saja mendengar kabar dari koleganya di Gujarat, bahwa
kapal-kapal pengangkut jemaat haji di Madayyi, yang akan berangkat dari Kalkuta
ke Mekah diserang dan dikepung oleh armada Portugal yang dipimpin Vasco da
Gama. Sekitar lebih dari 400 jemaat haji, 50 wanita, termasuk pemilik kapal dan
delegasi dari Mesir dikurung dalam kapal lalu dibakar hidup-hidup secara
brutal. Da Gama dengan sangat keji tega melakukan perbuatan itu padahal
sebelumnya para jamaat menawarkan bantuan yang bisa memberikan kecukupan pangan
bagi semua budak Kristen di kerajaan Fez, Maroko. Dengan tatapan mata yang
kehilangan belas kasihan, da Gama melihat ibu yang menggendong anaknya memohon
untuk diampuni, meminta belas kasihan sembari menawar-nawarkan emas di
tangannya, namun da Gama diam bergeming, telinganya tidak lagi mendengar
jeritan bayi dan ibu itu yang terbakar hidup-hidup.
![]() |
Raja Manuel I |
Kerusuhan di
Kalkuta antara arab-muslim, dengan orang-orang Portugal, membuat jalur dagang
India ke Mesir, lalu ke Venisia terancam dan bisa-bisa membuat harga melambung
gila. Kapal-kapal arab yang bertolak meninggalkan India diserang dan
dihancurkan, lalu ditenggelamkan bersama isinya. Tahun 1504, sekitar 17 kapal
arab dibumihanguskan oleh orang-orang Portugis di pelabuhan Panane. Tak ayal,
sultan al-Ghuri marah bukan main. Dia langsung mengirim utusan ke Paus di
Vatikan dan mewanti-wanti jagat
kristen jika tidak segera menghentikan penyerangan terhadap muslim di India,
maka pasukan Mesir terpaksa akan memberangus tempat suci Kristen di dataran Syam.
Mendengar Laut Merah sudah diblokir oleh Portugal, Venesia ikut-ikutan kalap.
Kota dengan julukan Ratu Adriatik itu segera mengirim konvoy ke Sultan al-Ghuri
dan membujuknya untuk segera menghentikan aksi monopoli Portugal. Al-Ghuri
segera meminta koleganya di Gujarat sana untuk menahan laju ekpansi bisnis
Portugal yang akan merugikan kawasan. Mengingat dinasti Mamluk tidak terlalu
berpengalaman dalam perang maritim, karena tabiat nomadik mereka yang selalu mengandalkan
kuda, Venisia dikabarkan akan menopang Mesir dengan suplai senjata dan ahli
kayu untuk membuat kapal. Selain Venesia, dinasti raksasa saudara sekaligus
rival mereka, Turki Usmani, juga bersiap menyokong ekspedisi menyelamatkan
ekonomi kawasan tersebut.
Menuju Laut
![]() |
Sketsa Qansuh al-Ghuri, Paolo Giovio (1483-1552) |
Pertempuran Chaul
Tahun 1508,
pasukan gabungan antara Mamluk dan Kesultanan Gujarat berhadapan dengan armada
Portugal di kota pelabuhan bandar Chaul, yang berlokasi 60 km selatan Mumbai. Viceroy
Portugal pertama di India, Francisco de Almedia (1450-1510 M), mengutus anaknya
sendiri Lourenco de Almedia (1480-1508 M) untuk menumbangkan maritim gabungan
itu sebagaimana ia sukses menenggelamkan kapal-kapal milik kerajaan Zamorin (Hindu)
pada pertempuran dekat Cannanore satu tahun sebelumnya. Lautan tepi kota Chaul
kini mendadak berubah menjadi medan tempur mengerikan. Armada portugal
menyiapkan 3 kapal besar serta 5 jenis Caravel, sementara pasukan gabungan
Mamluk dan Gujarat menghadirkan 6 kapal jenis Carrack Turki, 6 kapal perang
layar (galley), 1500 pasukan pejuang, serta 40 kapal layar sokongan Kesultanan
Gujarat.
![]() |
Kapal jenis Carrack Santa Catarina do Monte Sinai, dipakai oleh Vasco da Gama ketika melakukan pelayaran ke-3 ke lautan India. sumber: wikipedia |
Pertempuran Diu
Setahun kemudian,
setelah Kairo merayakan kemenangan armadanya di pertempuran Chaul, kini
tiba-tiba berita buruk menyebar begitu hebat di setiap jalanan Kairo. Istana
Mamalik di Citadel geger ketika sang Sultan mengumumkan armada yang dipimpin
jenderalnya Amir Husein al-Kurdi menderita kekalahan mengenaskan di lautan
India, tepatnya dekat kepulauan Diu. Sultan al-Ghuri yang sudah tua itu tampak
ketakutan, sebentar lagi, daerah kekuasaannya akan menderita kerugian hebat.
Krisis ekonomi akan segera menggempur Kairo, Siria, bahkan Dua kota suci
titipan Rasulullah, Mekah dan Madinah. Tanpa sadar, dinasti raksasa yang
dibangun pendahulunya lamat-lamat akan menemui akhir.
Kemarahan
Francisco de Almeida tidak dapat dibendung oleh gabungan armada Mamalik,
Kesultanan Gujarat, dan deretan armada lautnya Turki Utsamni ketika mereka
bertempur di perairan dekat Diu pada tahun 1509. 250 kapal, termasuk 12 kapal
utama yang tergabung antara 6 kapal Carrack Turki dan jenis Galley, ditambah 40
galley Gujarat dan sekitar 80 kapal kecil dari dinasti Zamorin tidak cukup menahan
gempuran mematikan dari armada yang marah pimpinan Almeida yang membawa 18
deretan kapal Portugal menakutkan, terdiri dari 12 Carrack, 6 Caravels, plus 1300 pejuang Portugal yang
berpengalaman.
Kemenangan
Almeida ini telah mengukuhkan kontrol penuh mereka di Lautan India. Kini, rute
rempah-rempah dari yang tadinya melalui Laut Merah beralih menuju Arika melalui
Tanjung Harapan. Setelah itu, beberapa kawasan penting sepanjang lautan India
berhasil dimonopoli penuh, seperti Goa, Ceylon, Malakka, dan Ormuz. Sultan
al-Ghuri, bukan saja sedih karena telah kehilangan kontrol kawasan komersial
paling menentukan itu, tetapi juga harus siap-siap menyaksikan dinasti
raksasanya tumbang oleh Tukri Usmani, musuh bebuyutannya yang digjaya karena
telah menaklukan ibu kota dunia, Konstantinopel, oleh sultan terkenal sejagat,
Muhamad al-Fatih.
Masjid dan Madrasah al-Ghuri
pintu masuk masjid al-Ghuri |
Sisa-sisa memori
itu masih terasa samar di Kairo. Di sebuah kawasan sibuk dan berisik di Jalan
Muiz dan kawasan Ghuriah, dekat dengan al-Azhar dan pasar legenda Khan Khalili,
sebuah peninggalan yang mengingatkanku kepada peritiwa itu berdiri kusam. Sebuah
masjid dengan arsitektur khas Mamluk, ditemani oleh madrasah 4 mazhab sunni,
sabil kutab, dan Karavanserai terlihat sedih di tengah hiruk pikuk pasar rakyat
berisik di sekelilingnya. Di samping masjid, ada bangunan tempat makam sang
sultan, tetapi ia tidak pernah selamanya dikuburkan di makamnya yang biaya
pembangunannya menghabiskan ratusan ribu dinar itu. Qansuh al-Ghuri, sultan terakhir
dinasti Mamluk, menemui ajalnya ketika pasukannya kalah telak di pertempuran
Marj Dabik di Suriah oleh pasukan menakutkan Turki Utsmani pimpinan sultan Salim
I, cucu Muhamad al-Fatih sang Penakluk.
Sekarang, aku
berdiri di hadapan karya terakhir dinasti yang pernah berkuasa di sini hampir 3
abad lamanya (1250-1517). Dalam kurun waktu tersebut, dinasti para budak itu
mewariskan orkestra arsitektur yang luar biasa dan tak terhitung jumlahnya. Di
seantero Kairo, jalanan dihiasi oleh puluhan karya arsitektur garapan mereka,
masjid dengan menara-menara menjulang, madrasah-madrasah raksasa, karavanserai,
sabil, sabil-kuttab, rumah sakit, khanqah,
yang semuanya memiliki nilai seni pahat dan ukir spektakuler. Sebut saja masjid
dan madrasah Sultan Hasan yang melegenda, ukurannya yang menakutkan membuat
arsitektur ini disebut-sebut sebagai Piramida-nya islam. Khanqah Farag ben
Barquq, madrasah serta tempat menyepi para sufi itu dibangun begitu elegan
dengan kedua kubah kembarnya yang dipoles ornamen segar, atau masjid Sultan
Qaitbay yang terletak di pinggiran kota Kairo, masjid mungil itu menyembunyikan
interior yang ditaburi ornamen kompleks dan ukiran langit-langitnya yang membuat
mata terbelalak. Belum komplek Sultan Qalawun di jalan Muiz, berdiri gagah
menakutkan dengan jendela-jendelanya yang bergaya Ghotik, dengan ditemani
menara berornamen arabes khas Afrika Utara milik madrasah anaknya, Nashir
Muhamad, yang terletak persis di samping komplek. Tidak saja para sultan yang
gemar akan arsitektur, tapi juga diikuti oleh para amir-nya, sebut saja
amir-amir-nya Sultan Nashir Muhamad bin Qalawun, yang membangun deretan masjd
yang tidak kalah hebat dari karya sultan, semisal garapan Amir Yilmaz, amir
Assanbugha, amir Qowsun, Amir Altunbugha al-Maridani, amir Silahdar, amir Aqsunqur,
dan amir Syaikhu al-Umari.
Keindahan kota
Kairo ini pernah digambarkan oleh sejarawan muslim asal Tunisia, Ibnu Khaldun
(w. 1406 M) yang pernah mengunjungi Kairo pada abad 14 M. Ketika ibnu Khaldun ditanya oleh sekretaris
Sultan Abu Inan, dari kesultanan Marinid di Fez, Maroko, ibnu Khaldun
menjawabnya singkat; "Kairo lebih spektakuler dari apa yang pernah dibayangkan
semua orang."
Sabil dan Kutab al-Ghuri |
Lampu tembaga
berukuran besar tergantung di kedua iwan, sementara dinding masjid dilapisi
marmer berwarna-warni menyegarkan. Sejarawan Ibnu Iyas (w. 1522 M) menyebut
masjid ini tidak memiliki saingan di masanya, meski dengan sadar, al-Ghuri
mengambil paksa marmer yang ada di masjid lain kemudian dipasang di masjidnya
sendiri. Setiap ukiran dalam masjid ini semakin mengukuhkan kepiawaian arsitek
dan para pemahat muslim waktu itu. Tak ayal, ketika Sultan Salim (w. 1520 M)
menaklukkan Mesir, ia mengumpulkan jenderalnya di dalam masjid ini, kemudian
memanggil seluruh ahli pahat, ahli ukir, kalighrapher, dan arsitek untuk hijrah
ke Konstantinopel, sultan ingin memakai mereka untuk membangun arsiktektur
sehebat masjid ini di seantero kota pemisah Eropa dan Asia itu.
![]() |
menara al-Ghuri |
Turki Utsmani vs Mamluk
Persis di depan
masjid, bangunan yang menyimpan makam sang sultan berdiri tegar dengan bagian pintu
masuk yang menjulang ke atas. Selain makam, bangunan ini juga berfungsi sebagai
khanqah (tempat menyepi para sufi), kutab (pesantren), serta menggandeng sabil
(tempat minum umum) di bagian kiri pintu masuk. Namun, jasad sultan tidak
berada di sini, mayatnya terbuang di lembah ganas di dekat Aleppo, Suriah,
ketika ia menemui ajalnya saat pertempuran Marj Dabiq, pertempuran yang
mengkhiri konflik berkepanjangan kedua dinasti dan menjadikan Mesir setelahnya
hanya sebatas provinsi yang dikontrol dari Istanbul.
Perdamaian yang
dibuat Sultan Qaitbay dari Mamluk, dengan sultan Bayazid II dari Turki Usmani
sejak tahun 1491 nampaknya harus berakhir ketika Sultan Salim merebut wilayah
kekuasaan Mamluk di perbatasan Timur Syam pada tahun 1515 M. Kedua dinasti
raksasa itu menderita kerugian besar-besaran setelah pertempuran panjang dan
melelahkan antar kedua dinasti (1485-1491 M) dalam memperebutkan kawasan
Elbistan, yang menjadi ibukota Dinasti Dulkadir, Turki bagian Timur sekarang.
Dulkadir merupakan dinasti kecil suku Turkmen yang paling dominan di kawasan
itu karena menjadi pusat kontrol perdagangan rempah-rempah dari asia ke Eropa. Awalnya,
Dulkadir merupakan wilayah yang ikut kepada kekuasaan Mamluk. Namun, Turki
Usmani yang juga menguasai Timur Anatolia, tidak ingin kehilangan pusat kontrol
komersial itu, mereka ingin merebut Dulkadir dari tangan Mamluk. Akhirnya, Pertempuran
tak berkesudahan memperebutkan kawasan ini ganjar oleh menyerahnya dinasti
Nasrid di Granada kepada Monarki Spanyol kristen pimpinan Ferdinand dan
Issabela. Bayazid yang disibukkan oleh gempuran Mamluk hanya bisa mengutus
Kemal Reis untuk memberangkatkan kapal dan mengangkut muslim dan yahudi yang
diusir dari Spanyol, untuk kemudian dipersilahkan tinggal dan menetap di Istanbul.
![]() |
Tiga Penunggang kuda Mamluk dengan tombak sumber: wikipedia |
Dari Kairo,
sultan Qansuh al-Ghuri menyiapkan pasukan raksasanya untuk membungkam Salim I
yang telah merebut kawasan-kawasan penting milik Mamluk di Utara Syam. Dengan kondisi
ekonomi Mesir yang carut-marut akibat kekalahan Mamalik dalam mempertahankan
lautan Hindia dari tangan Portugal, dan menyebabkan kota Socotra di Teluk Aden,
serta Hormuz di Teluk Persia diblok total, Kairo juga menderita konflik internal
hebat yang sudah terlanjur mengakar sejak lama. Permusuhan sejak lama antara
budak Ajlab dengan budak Qaranish semakin membuat dinasti tua ini kelabakan. Para
budak Qaranis, yang sudah lama memegang peranan dominan di semesta oligarki
militer ala Mamluk, harus bersaing dengan budak-budak Ajlab, yang baru dibeli
Sultan al-Ghuri ketika mereka sudah besar. Para Qaranis menganggap diri mereka
adalah pemimpin pasukan yang sudah berpengalaman dan layak dijadikan andalan
sultan, sementara tidak demikian dengan budak-budak Ajlab, yang jumlahnya waktu
itu mencapai 13 ribu orang. Diperparah, perebutan kekuasaan dan persaingan
berdarah para gubernur Mamalik di jagat Syam membuat dinasti ini semakin
mendekati titik zenit. Dengan kondisi seperti itu, dan tanpa rapat dewan
militer terlebih dahulu, al-Ghuri nekad berhadapan dengan dinasti raksasa Turki
Usmani yang kekuasaanya mencapai Eropa itu.
![]() |
Penunggang Kuda Mamluk/Otoman, 1550. musium Musee de I'armee. sumber: wikipedia |
Dengan dibekali
skill menunggang kuda dan kombat jarak dekat, pasukan mamluk membawa
senjata-senjata andalan mereka seperti pedang yang diproduksi di Kairo dan
Dmaskus. Lalu tombak, yang terbuat dari kayu Beech (fagus) atau kayu boss yang
diimpor dari India. Pasukan juga membawa Thobar, atau kapak perang untuk jarak
dekat, lalu Zanbiyah, atau belati yang diproduksi di Zardakhonah di Kairo. Tak ketinggalan,
panah serta busur mereka bawa untuk pertempuran jarak jauh. Seni memanah
Mamalik terkenal sangat tinggi, kemampuan mereka dalam memanah ketika
menunggang kuda sangat menakjubkan. Haj Yunus al-Masry, yang berkunjung ke
Kairo pada abad awal 16 M, saking takjubnya menyebut mereka bukan manusia
biasa, tetapi seperti bangsa Jin. Saat itu, Dinasti Mamalik yang dipimpin
sultan al-Ghuri telah membentuk dinasti raksasa. Wilayah kekuasaannya membentang
dair Kairo sampai Damaskus di Timur, Cyreniaca di Barat, pegunungan Taurus di
Utara, dan perbatasan Sudan di Selatan.
![]() |
illustrasi Yanisari |
![]() |
Helm Utsmani, 1520; wikipedia |
Sultan al-Ghuri
kini kesepian di lembah panas di pinggiran Aleppo. Jasadnya tidak pernah
ditemukan dan dimakamkan. Makam yang tersembunyi di balik bangunan di depan
masjidnya terlihat gelap tanpa cahaya. Ketertinggalan teknik perang, perebutan
kekuasaan, kolapsnya ekonomi, dan pengkhianatan yang keji, membuat sultan
al-Ghuri tidak sempat kembali bersujud untuk shalat di dalam masjid yang
menjadi mahakarya terakhir dinasti para budak itu.
****
Ramadlan, 2013
Further readings;
Lisbon City of The Sea; a History; Malcolm Jack
Exploration in the World of Middle Ages (500-1500); Pamela White
Maritime Exploration in the Age of Discovery (1415-1800);
Ronalds. Love
The Mamluks (1250-1517); David Nicole PhD
Islamic Monuments in Cairo The Practical Guide; Caroline Williams
Ottoman Warfare 1500-1700; Rhoads Murphey
A Military History of The Ottomans from Osman to
Ataturk; Mesut Uyar and Edward j.
Erickson
History of The Ottoman Empire and Moderen Turkey; Stanford Shaw
The Ottoman Age of Exploration; Giancarlo Casale
Malamih al-Qahirah fi Alf Sanah; Gamal al-Gaitani.
Ibn Zanbal al-Remal, Akhirat al-Mamalik, au
Waqi'at al-Sultan al-Ghuri ma'a Salim al-Utsmani; Tahkik Abdul Munim Amir.
The Mameluke; Or,
Slave Dynasty of Egypt, 1260–1517, A. D. - by William Muir
[1] Bayazid yang waktu itu
tengah sibuk mendorong ekspansi dinastinya ke Eropa, kekuasaannya di wilayah
Timur lamat-lamat mulai terancam oleh kekuatan lain yang tidak bisa dianggap
remeh. Iran, negeri para kaisar itu mulai melahirkan pergerakan-pergerakan
besar yang nantinya akan merubah wajah Persia selamanya. Tahun 1499 M, Ismail I,
pemuda syi'ah yang berambisi menyebarkan doktrin imamologi Itsna Asyariah itu
mulai merancang agenda besar penaklukkan kota-kota penting yang dipegang Turki
Usmani dan penguasa-penguasa Sunni di Iran dan Anatolia. Dari Lahijan, provinsi
Gilan di Iran sekarang, Ismail bertolak menuju Ardabil, kota di Utara Iran dan
pusat produksi karpet serta permadani terbaik sejagat Persia. Di sana,
simpatisan Ismail, yang disebut oleh Turki Usmani dengan nama Qizilbash, sebuah
kelompok militan yang tergabung antara suku Turkoman Anatolia (Ustadjlu, Rumlu,
Shamlu, Dulkadir, Afshar, Qajar,Varsak), dan suku Tajiks, membentuk pasukan
sebanyak 7000 orang dan langsung menuju Shirvan, sebuah daerah di Timur
Kaukasus, Azerbeijan sekarang, yang waktu itu dipimpin oleh Farrukh Yassar,
raja Shirvan yang telah membunuh ayah Ismail I, Syeikh Haidar, pada tahun 1488
M silam. Ismail sadar, ini adalah penaklukan sekaligus balas dendam. Kini,
kawasan Anatolia milik Turki Usmani tengah menghadapi ancaman.
Setelah Farrukh Yassar tumbang pada tahun 1500, Ismail
I langsung menggempur pusat kekuasaan Ak Koyunlu yang terletak di Selatan
Azerbeijan. Pemimpin Ak Koyunlu, Alwand Mirza, dengan 30.000 pasukannya kalah
telak pada pertempuran itu. Lalu Tabriz, sekarang menjadi ibu kota dinasti yang
baru saja dibentuk oleh Ismail I, yaitu dinasti Safawiyah. Ismail yang waktu
itu umurnya baru mencapai 15 tahun telah berhasil menaklukkan Iran, lalu
menyebut dirinya sebagai Shah Iran. Belum
cukup, tahun 1510 pasukan Ismail menumbangkan orang-orang Uzbekistan di Merv,
Turkmenistan sekarang, dan membunuh
pemimpin mereka Muhamad Shaybani. Saat itu, Ismail berhasil menguasai salah
satu kawasan penting yang dilalui jalur sutera. Kontrol ekonomi mereka semakin
besar dan mengancam dinasti raksasa Turki Usmani.
Tahun 1512 M, Bayazid II digantikan oleh anaknya,
Salim The Grim, setelah sukses menyingkirkan anak tertua Bayazid (Ahmad) dari
persaingan menjadi Sultan. Seketika, Salim langsung mengultimatum kepada
200.000 tentara Utsmani, Yenisari, dan artilerinya untuk membungkam ekspansi
Kizilbash dibawah komando Ismail I itu. Pada tahun 1514 M, Salim I bertolak
menuju Persia dan bertemu dengan pasukan Ismail di Chaldiran, sebelah barat
Azerbeijan. Kalah jumlah dan teknologi perang, pasukan Ismail berhasil
dikalahkan. Ismail I sendiri melarikan diri ke istananya. Kekalahan telak itu membuat
Turki Usmani menguasai kawasan-kawasan metropolit di Persia, semisal
Azerbaijan, Luristan, dan Kirmanshahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar