Sabtu, 22 Desember 2012

Khanqah dan Madrasah Sultan Barquq, Hadiah Elegan Untuk Kairo




Akhir Januari, musim dingin di Mesir masih membuatku harus menggigil ketika menyentuh air. Untuk mandi, aku harus memakai pemanas air (sakhanah). Pilihan paling berat adalah ketika bangun waktu subuh, menyentuh air yang tidak dipanaskan sangat menantang iman, mengambil air wudhu menjadi momok menakutkan setiap subuh, menyentuhnya bisa membuat sekujur tubuh menggigil, bibir bergetar, gigi mengeluarkan suara gemeretak, dan jari-jari tangan serasa mati rasa dalam beberapa menit. Kondisi ini tak jarang membuat sebagian orang harus melakukan shalat waktu dhuha tapi memakai qunut.

Tapi, terlalu sayang kalau aku harus mengurung diri dibalik selimut dan terus-menerus melamun di kamar. Kairo menyimpan kejutan bagi mereka yang mau menjelajah. Kairo telah menyiapkan wisata yang mampu membetot para turis dan mengharuskan mereka membawa kamera kemanapun mereka pergi, wisata yang membuat pelancong-pelancong masa lalu sekaliber Ibnu Khaldun, dan Ibnu Batuta harus menuliskan perasaan takjub mereka ketika melihat kota tua ini, wisata ini adalah wisata peradaban.

Potret peradaban itu kini diabadikan di sebuah jalanan yang panjangnya sekitar 1 kilometer. Membentang dari Bab Futuh di utara, dan berakhir di Bab Zuwaila di selatan. Jalanan ini dinamai Syaria Mu’iz lidinillah, disematkan kepada salah satu khalifah Dinasti Fatimiyah terkenal, Muiz lidinillah bin Al Manshur billah. Kairo jatuh ketangan khalifah keempat Dinasti Syi’ah itu pada tahun 969 M. bersama tangan kanan dan panglima perangnya, Jauhar Al Shiqli, Mu’iz membangun kota kairo dan sebuah mesjid yang di kemudian hari menjadi universitas rujukan pelbagai ilmu keislaman paling popular di dunia islam, Universitar Al Azhar.

Sepanjang jalan ini, peninggalan islam lintas dinasti masih bisa dinikmati, dipelajari, dan  menjadi objek pemuas hasrat bagi penggila seni arsitektur. Mesjid raksasa Al Hakim biamrillah terlihat megah, dinding luarnya ditaburi ukiran kaligrafi dengan sentuhan seni pahat tingkat tinggi. Berjalan ke arah selatan, aku disuguhi berbagai bangunan eksotik. Sabil Kuttab Abdurahman Katkhuda menggambarkan memori pengajaran Quran dan sarana sosial yang unik. Disisi kanan, Mesjid dan Sabil Sulaiman Agha Silahdar masih menyisakan kenangan Dinasti Muhammad Ali. Menaranya yang berbentuk pensil menunjukkan khas gaya bangunan masa Turki Ottoman. Tak jauh dari sana, disamping Madrasah Kamiliyah, berdiri bangunan raksasa dengan menara yang menjulang tinggi. Memiliki jendela kayu besar, dan dibaliknya menyimpan harta karun peninggalan islam yang menakjubkan. Bangunan ini bernama Khanqah dan Madrasah Sultan Barquq.

Barquq, Pembangun Dinasti Mamalik kedua di Mesir

Semenjak semesta dinasti Mamluk Mesir ditinggalkan oleh Sultan Nashir Muhammad bin Qalawun (Sultan ke-9 Dinasti Mamluk, memerintah selama 3 kali, 1293-1294 M,1299-1309 M, dan terakhir dari 1309 sampai meninggal tahun 1341 M), cucu-cucunya yang meneruskan tampuk kekuasaan tidak begitu piawai dalam mengurus negara. Deretan sultan seperti Muhammad bi Hajji, Sya’ban bin Hasan Asyraf, ‘Ali bin Sya’ban, dan Hajji bin Sya’ban dianggap penerus Dinasti Mamluk Bahri paling lemah. Mereka semua hanya menjadi boneka mainan para amir sultan. Nama-nama amir seperti Qusun, Sharghatmish, dan Syaikhu adalah dalang negara dibalik layar. Posisi mereka yang kuat dan berpengaruh membuat sultan-sultan muda harus kelabakan mengurus negara dan mengatur kestabilan politik dalam negerinya.

Pemberontakan, revolusi, dan pembunuhan memperebutkan kekuasaan ditubuh umat islam banyak didapati disepanjang pemerintahan terakhir Mamluk Bahri ini. Pada tahun 1377 M, cucu Sultan Nashir Muhammad bernama Al Asyraf Sya’ban dibunuh. Sultan yang lemah dan tidak cukup pandai memimpin negara harus rela didepak oleh amir-amirnya yang juga haus kekuasaan. Menjadi sultan ketika umur muda memang harus hidup dibalik bayang-bayang pembunuhan, penggulingan kekuasaan, dan menjadi boneka mainan oleh amir mereka sendiri. Hingga akhirnya pada tahun 1382 M, sultan Hajji bin Sya’ban digulingkan oleh seorang amir yang dulunya budak Circassian, bernama Barquq.

Setelah menduduki kursi sultan, Barquq bergelar Al Zhahir, sebuah gelar kehormatan yang pernah disanding oleh salah satu Sultan Mamluk Mesir paling monumental, Al Zhahir Baybars Al Bunduqdari. Semenjak Barquq berkuasa, hilang sudah sistem warisan dalam kesultanan yang menjadi tradisi masa Mamluk Bahri sebelumnya.

Sejak tahun 1382 M, Mesir resmi dikuasai oleh orang-orang Ciscassian, Adegya sekarang. Mereka dulunya merupakan orang-orang asal Siberia. Mereka menetap di Utara Kaukasus,  kemudian berhijrah ke tepi barat laut Qazwen. Sebagian mereka berasal dari Turki dan Roma. Dinasti ini juga sering disebut sebagai Mamluk Burji, karena merena tinggal di dalam benteng, citadel, dan menara (burj). Dinasti ini dipimpin oleh sultan bernama As Sultan Al Malik Al Zahir Saifuddin Abu Sa’id Barquq. Setelah bebas dari tuannya, amir Yalbugha, karir Barquq melejit pesat. Hingga akhirnya ia mampu membentuk dinasti penerus Mamluk Bahri di Mesir. Dinasti ini berdiri dari tahun 1382 M dan berakhir ketika Turki Ottoman menyerang Mesir pada tahun 1517 M.



Barquq memerintah dua kali di Mesir, yang pertama dari tahun 1382 M sampai 1389 M. Pada masa awal pemerintahannya ini, Barquq menggalakkan pembangunan. Salah satu amirnya yang bernama Djaharks el Khalili membangun sebuah pasar yang menjadi pusat perdagangan popular kala itu, namanya masih diabadikan sampai sekarang, Khan Khalili. Sekarang, kawasan tersebut merupakan kawasan ramai, pelancong mancanegara sering lalu lalang disana. Khan khalili disesaki oleh toko, kafe, dan penjual souvenir khas Mesir. Khan Khalili sangat populer, namanya pernah dijadikan judul novel oleh sastrawan Mesir peraih nobel, Naguib Mahfudz. Khan Khalili dibentuk oleh amir Barquq bernama Djaharks ketika ia diperintah membangun sebuah caravanserai, sebuah losmen khusus untuk disinggahi para pedagang setelah mereka datang dari perjalanan. Djaharks berasal dari salah satu kota tua di Palestina, Khalil, atau Hebron, sehingga nama pasar garapannya disematkan kepadanya, dan nama Khan Khalili sampai sekarang menjadi objek wisata terkenal dan pusat belanja souvenir khas Mesir paling sesak dan padat.

Pada tahun 1389 M, kursi Barquq terancam. Dua gubernur Mamluk melakukan revolusi terhadapnya. Mintash, gubernur Malatia dan Yalbugha Al Nashiri, gubernur Aleppo bertolak menuju Mesir. Barquq tidak kuasa membendung kedua gubernur itu dan pasrah ketika diasingkan ke Kerak, Jordania. Kedua gubernur itu kembali mengangkat Sultan Hajji. Tetapi tidak lama, Barquq membentuk pasukan setianya dan kembali merebut kekuasaannya di Mesir. Hingga pada tahun 1390 M, Barquq kembali berkuasa untuk yang keduakalinya sampai tahun 1399 M.

Pada masa kedua kekuasaannya inilah, Barquq bertemu dengan salah satu manusia terkejam yang pernah dimiliki bumi, Timur Lenk (1336-1405 M). Barquq hampir berhadapan dengan penerus Jengis Khan ini ketika Timur berniat menginvasi Suriah. Pada tahun 1399 M, Barquq meninggal dunia dan Syiria ia serahkan kepada anaknya, Faraj.

Barquq dikenal rakyatnya sebagai sultan yang adil dan baik hati. Ia menghapus pajak negara atas buah-buahan. Barquq juga sangat mencintai karya seni bangunan, salah satu peninggalan yang akan mengabadikan namanya adalah sebuah madrasah dan khanqah yang selesai dibangun pada tahun 1386 M. kini, khanqah dan madrasah itu menjadi tujuan wisata seni arsitekturku sekarang, melihatnya dari dekat akan membuat tubuh merinding. Berbagai ukiran yang dimiliki bangunan ini memiliki nilai seni tinggi, dipahat oleh sentuhan arsitek ahli, dan dipoles dengan kaligrafi-kaligrafi yang membuat mata dipaksa tidak berkedip beberapa detik.

Khanqah dan Madrasah Sultan Barquq

Khanqah dan Madrasah ini dbangun pada tahun 1384 M dan selesai pada tahun 1386 M. Sultan Barquq menyerahkan pembangunan khanqah ini kepada arsitek andalannya, Ahmad At Thuluni. Untuk sampai keruangan dalam, aku berjalan melewati koridor beralaskan marmer yang diwarnai oleh gambar-gambar membulat, dan berkotak-kotak. Memasuki koridor ini seakan memasuki istana, citadel, atau tempat persembunyian rahasia. Bangunan ini dibangun dengan gaya madrasah yang memiliki konstruksi orthogonal. Ditengahnya terdapat shahn (halaman dalam) yang dikelilingi empat iwan (semacam ruangan yang beratap, biasanya ditopang oleh tiang, dan mengelilingi halaman dalam atau shahn). Iwan yang paling besar adalah iwan yang terdapat mihrab qiblat didalamnya. mihrab kiblat dipoles oleh ukiran yang memiliki warna terang dan unik. Terbuat dari marmer putih yang ditaburi macam-macam warna yang segar. Dinding disekilingnya juga tak kalah indah, dihiasi oleh berbagai macam ukiran ciamik dan sedap dipandag. Lantainya juga terbuat dari marmer, dibuat berwarna oleh ukiran-ukiran pas. Begitu melihat keatas, mataku dibuat terbelalak. Inilah yang membuat madrasah dan khanqah Sultan Barquq tidak mendapatkan saingannya dalam hal seni bangunan. Atap iwan ini ditaburi oleh ukiran luar biasa. Dilapisi oleh ukiran berwarna emas dan dilengkapi oleh tulisan seni kaligrafi tingkat tinggi berwarna kuning mengkilau. Warna emas ini dilengkapi oleh warna warni kaca mosaic yang terdapat di jendela yang terdapat diatas. Nampaknya dulu para pelajar dan santri sangat menikmati ruangan belajar mereka. Ditemani udara segar dari shahn yang terbuka, dan dihibur oleh taburan bermacam-macam warna yang menyegarkan pemandangan.

Ditengah madrasah terdapat halaman dalam yang lumayan luas. Di tengahnya terdapat fusqiyyah, kolam kecil yang digunakan untuk tempat air atau air mancur. Air mancur ini dikelilingi tiang marmer dan beratapkan kubah yang ditaburi dengan kaligrafi. Gaya arsitektur ini hampir didapati disetiap mesjid Mamluk. Air mancur milik arsitektur islam yang paling terkenal adalah air mancur court of lions yang terdapat di istana Alhambra, Granada, Spanyol. Perpaduan warna warni setiap sudut ruangan, kaligrafi ayat-ayat Quran, marmer yang halus, dan dilengkapi air mancur membuat khanqah dan madrasah ini sangat nyaman dipakai untuk belajar dan menyepi. Aku membayangkan para pelajar lalu lalang disini, sementara air mancur ini terus-menerus mengeluarkan air, suara kocoran air membuat hati tentram, membuat suasana tenang, nyaman, dan seakan menyatu dengan alam yang bebas dari hiruk pikuk. Ah, betapa nikmatnya belajar dengan suasana seperti itu.

Seni arsitektur Khanqah ini membuatku kagum dengan islam. Membawaku kepada alam-alam yang disana hanya ada keindahan, kenyamanan, dan ketentraman. Tak ayal, Kairo menjadi incaran para pelancong dunia. Ibnu Khaldun adalah salah satu sejarawan terkenal yang sempat mengunjungi Kairo, menetap dikota ini, dan menuliskan pengalaman dan rasa takjubnya dalam lembaran-lembaran buku. Ketika Ibnu Khaldun bertemu dengan salah satu ulama besar asal Maroko, Abu Abdillah Al Muqri, pengarang kitab Al Qawaid fil Fiqh, ia bertanya kepadanya;

“seperti apa kota Kairo ini?”

Ia menjawab;

“siapa yang belum pernah melihat Kairo, dia tidak akan tahu betapa luar biasanya Islam.”


****


Kairo, Penghujung Januari, 2012

Sumber;

Abdurrahman Zaki, Al Qohiroh, Tarikhuha wa Atsaruha, Ad-Darul Misriyyah

Doris Behrens-Abouseif, Islamic Architecture in Cairo, an Introduction, The Amrican University in Cairo Press, 1989

Abdurrahman Zaki, Bunat Al Qohiroh fi Alfi ‘Am, Maktabah Usroh, 1998

Al Badr Al ‘Aini, As Sulthan Barquq, Muassis Daulah Al Mamalik Al Jarakisah, Tahkik Iman Umar Syukri, Maktabah Madbuli, 2002

Wikipedia.org








1 komentar:

  1. SubhanAllah.. semoga dengan catatan sejarah tentang peradaban Islam yang mengagumkan ini membuka mata para penguasa. Menerima Islam tanpa pake embel-embel membenci Arab, Timur Tengah dsb. Karena Islam memang untuk semua manusia dan Islam memiliki peradaban agung sebagaimana yang antum tulis ini.
    Salam... yukbersyariah, yuk berislam kaffah
    www.yukbersyariah.com

    BalasHapus